|
|
|
MODUL PERKULIAHAN
|
|
|
|
Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis
Perilaku Etik dalam Akuntansi
|
|
|
|
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Fakultas
|
Program Studi
|
MODUL
|
Kode MK
|
Disusun Oleh
|
|
|
Ekonomi
Dan Bisnis
|
Magister
Akuntansi
|
10
|
MK
|
Dr.
Syamsu Alam, SE., M.Si., Ak.
|
|
PERILAKU ETIK DALAM AKUNTANSI
A.
Pendahuluan
Moral reasoning dan perkembangannya memainkan peranan penting dalam
semua jenis profesi akuntansi (Louwers et al, 1992). Akuntan selalu
berhadapan dengan dilemma penetapan diantara berbagai pilihan nilai-nilai
yang bertentangan. Akuntan pajak, misalnya, berhadapan dengan pilihan
untuk menjadi tax avoidance atau tax evasion. Akuntan internal, berhadapan
dengan masalah manajemen laba. Auditor, harus berhadapan dengan konsekuensi
dari penyajian informasi tentang perusahaan yang membayar fee mereka. Berbagai
masalah ini, memerlukan judgment yang professional, berdasarkan kemampuan moral
reasoning yang dimiliki oleh akuntan.
Penyalahgunaan
keahlian dalam membuat informasi akuntansi yang menyesatkan dan tidak benar
untuk meraup keuntungan pribadi, belakangan ini telah banyak menimbulkan
kerugian ekonomi masyarakat. Kecenderungan manusia yang menumpuk kekayaan dan
keuntungan material lainnya membuat manusia lupa kepada etika, moral dan
kepentingan umum. Harahap (2008:1) menilai bahwa meski sejumlah profesi,
termasuk profesi akuntansi memiliki etika profesi namun etika itu dibangun atas
dasar rasionalisme ekonomi belaka, sehingga wajar etika tersebut tidak mampu
menghindarkan manusia dari pelanggaran moral dan etika untuk mengejar
keuntungan material.
Enron
menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika terungkap bahwa kondisi
keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi yang
sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif (Wikipedia, 2010).
Lebih ironisnya karena dipicu adanya skandal dengan kantor akuntan
internasional (termasuk Big Five), yaitu Arthur Anderson. Arthur
Anderson sebagai external auditor dan konsultan manajemen Enron tidak
melaporkan penyimpanganpenyimpangan yang terjadi.
Fenomena
penukikan dan pelanggaran etika atas skandal akuntansi dalam perusahaan Enron
telah membuat salah satu eksekutif Enron Sherron Watkins adalah Wakil Presiden
Enron menjadi seorang whistleblower yang menulis surat kepada Direktur
Kenneth Lay pada musim panas tahun 2001. Watkins dalam suratnya mengeluhkan
praktik akuntansi agresif yang dilakukan oleh Enron akan “meledak” dan hal itu
benar terjadi, akhirnya Enron kolaps.
Pelanggaran
etika yang terjadi diprofesi akuntansi yang mengakibatkan terjadinya skandal
keuangan dimana auditor dianggap turut terlibat merupakan salah satu bentuk
perhatian pada masalah etika dan sangat perlu diperkenalkan untuk pengembangan kurikulum.
Pengenalan masalah-masalah yang terkait dengan etika diharapkan akan dapat
mengetahui peran orientasi etika mahasiswa akuntansi dalam pertimbangan
etisnya. Kurikulum akuntansi yang baik diharapkan akan meminimalisir krisis
etika dalam profesi akuntansi yang pada akhirnya akan menghasilkan profesi
akuntan yang berkeahlian, berpengetahuan, berkarakter dan dilandasi dengan
kebajikan untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa yang
diberikanprofesi tersebut.
Pelanggaran
etik juga telah banyak dilakukan oleh mahasiswa di lingkungan akademik.
Penelitian yang dilakukan oleh The Center for Academic Integrity USA
(Morris dan Kilian, 2006) menyatakan bahwa lebih dari tujuh puluh lima persen
dari enam ratus mahasiswa yang disurvey di Washington DC telah melakukan
berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan yang dilakukan adalah mencontek
pada saat ujian serta copy paste pekerjaan teman.
Kecurangan
atau kejadian tidak etis ini sudah menjadi bagian dari budaya pada beberapa
perguruan tinggi (Kleiner dan Lord, 1999). Budaya tidak etis di lingkungan
mahasiswa terjadi disebabkan kurangnya pengetahuan, pemahaman serta kemauan
untuk menerapkan nilai-nilai moral yang sudah mereka dapatkan dari keluarga
maupun pendidikan formal di kampus. Mahasiswa akuntansi yang akan dipersiapkan
menjadi seorang akuntan seharusnya lebih memiliki sensitivitas etis atau
kemampuan untuk dapat mengerti dan peka serta mengetahui permasalahan etika
yang terjadi (Shaub etal., 1993). Kepekaan mahasiswa terhadap perilaku etis
atau tidak etis mutlak harus dimiliki. Mengingat kepekaan seorang mahasiswa
atau calon akuntan terhadap permaslahan etis merupakan landasan pijak bagi
praktek akuntan (Penemon dan Gabhart, 1993).
Orientasi
etika dalam penelitian Chan dan Leung (2006), ditentukan oleh dua karakteristik
yaitu idealisme dan relativisme (Forsyth, 1980). Hasil penelitiannya
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara idealisme dan relativisme
terhadap sensitivitas etika. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Khomsyiah dan Indriantoro (1998) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara orientasi etis terhadap sensitivitas
etis auditor, baik dari idealisme maupun relativisme. Penelitian yang dilakukan
oleh Shaub et al., (1993) dan Marwanto (2007) menunjukkan bahwa
idealisme dan relativisme berhubungan signifikan dengan sensitivitas etis.
B.
Pengertian Etika
Menurut
para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan
antara sesamanya serta menegaskan yang baik dan yang buruk. Berikut pengertian
etika menurut pendapat para ahli :
a.
O.P.
Simorangkir, etika atau etik dapat diartikan sebagai pandangan manusia dalam
berperilaku menurut ukuran dan nilai baik.
b.
Sidi
Gajabla dalam sistematika filsafat mengartikan etika sebagai teori tentang
tingkah laku, perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk sejauh yang
dapat ditentukan oleh akal.
c.
H.
Burhanudin Salam berpendapat bahwa etika merupakan cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma yang menentukan perilaku manusia dalam
hidupnya.
d.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia ( 1995 ), etika adalah nilai mengenai benar dan salah
yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
e.
Maryani
dan Ludigdo, etika merupakan seperangkat aturan, norma atau pedoman yang
mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus
ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau
profesi.
f.
Ahmad
Amin mengungkapkan bahwa etika memiki arti ilmu pengetahuan yang menjelaskan
arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia.
g.
Soegarda
Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, pengetahuan tentang
nilai – nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup
manusia terutama mengenai gerak – gerik pikiran dan rasa yang merupakan
pertimbangandan perasaan sampai mengenai tujuan dari bentuk perbuatan.
Akuntansi sebagai
Profesi
Satu ciri utama dari
suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi
akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja,
pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung
kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan
terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai
kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Profesi akuntan dapat tetap berada
pada posisi yang penting ini hanya dengan terus menerus memberikan jasa yang
unik ini pada tingkat yang menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang
teguh. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa
akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi
dan sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat
prestasi tersebut.
Tujuan profesi akuntansi
adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi,
mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi :
a.
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan
kredibilitas informasi dan sistem informasi.
b. Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan
oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
c. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari
akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
d. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Masyarakat
umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang
akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih
dibidang ini dibandingkan dengan orang awam sehingga masyarakat pun berharap
bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku dilingkungan
profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap
pekerjaan yang diberikan.
Dalam
hal seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah organisasi atau KAP, tidak akan
ada undang-undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik perusahaan atau
publik.Walaupun demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada atasan, akuntan
professional publik mengekspektasikannya untuk mempertahankan nilai-nilai
kejujuran, integritas, objektivitas, serta kepentingan akan hak dan kewajiban.
Nilai-nilai tersebut mencegah akuntan profesional menjadi terikat atau
terpengaruh dengan kepentingan-kepentingan dari pemilik perusahaan.
Perilaku,
Nilai & Prinsip Etika
dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Etika dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh
anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan
dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan
dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Nilai Etika dalam
Profesi Akuntan :
a.
Integritas. Dilihat dari setiap tindakan dan kata
- kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan konsisten.
b.
Kerjasama. Dapat dilihat dari kemampuan untuk
bekerja sendiri maupun dalam tim.
c.
Inovasi. Pelaku
profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan
metode baru.
d.
Simplisitas. Pelaku profesi mampu memberikan solusi
pada setiap masalah yang timbul dan masalah yang kompleks menjadi lebih
sederhana.
Prinsip Etika Profesi Akuntan :
a.
Tanggung
Jawab profesi. Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
b.
Kepentingan
Publik. Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
c.
Integritas. Integritas adalah suatu elemen
karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
d.
Obyektivitas. Setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai
atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota
bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
e.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional. Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir.
f.
Kerahasiaan. Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
g.
Perilaku
Profesional. Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
h.
Standar
Teknis. Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya.
Nilai &
Dilema Etika
Nilai secara mendasar dinyatakan sebagai suatu modus
perilaku atau keadaan akhir dari eksistensi yang khas dan lebih disukai secara
pribadi atau sosial dibandingkan dengan suatu modus perilaku atau keadaan akhir
yang berlawanan. Di dalam profesi akuntan, nilai dinyatakan penting
karena nilai meletakkan dasar untuk memahami sikap serta motivasi dan karena
nilai memengaruhi sikap manusia.
Permasalahan profesi akuntansi sekarang ini banyak
dipengaruhi masalah kemerosotan standar etika dan krisis kepercayaan. Krisis
kepercayaan ini seharusnya menjadi pelajaran bagi para akuntan untuk lebih
berbenah diri, memperkuat kedisiplinan mengatur dirinya dengan benar, serta
menjalin hubungan yang lebih baik dengan para klien atau masyarakat luas.
Misal: skandal Enron yang melibatkan Arthur Anderson, serta skandal Worldcom,
Merck, dan Xerox, profesi akuntan menjadi gempar.
C. Orientasi Etika dengan Komitmen Profesi
Komitmen
profesional mengarah pada kekuatan identifikasi individu dengan suatu profesi.
Individu dengan komitmen organisasi tinggi dikarakteristikkan memiliki
keyakinan kuat berkaitan dengan profesionalitas, dan keyakinan untuk mempertahan-kan keanggotaan profesi (Mowday et
al., 1979).
Forsyth
(1992) menunjukkan orientasi etis dengan menggunakan tolok ukur terpisah, yaitu
tingkat idealisme dan relativisme responden, dua hipotesis perlu untuk
mengevaluasi hubungan masing-masing dengan komitmen profesional.
Orientasi Etika dengan Sensitivitas
Etis
Forsyth
(1980) menyarankan bahwa perbedaan individual dalam pendekatan terhadap
orientasi etika didasarkan pada dua faktor prinsip moral yaitu idealisme dan relativisme.
Idealisme adalah tingkat di mana individu berkaitan dengan kesejahteraan bagi
yang lain. Individu yang memiliki idealisme yang tinggi merasa mengganggu orang
lain selalu dapat dihindarkan. Individu yang berorientasi secara idealis tidak
akan memilih perilaku negatif yang dapat mengganggu orang lain.
Penelitian
yang dilakukan oleh Khomsiyah dan Indriantoro (1998) memperoleh hasil yang
signifikan tentang orientasi etika terhadap sensitivitas etika. Hasil ini
mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shaub et al., (1993).
Oleh karena itu, hipotesis ke dua sebagai berikut:
Orientasi Etika dengan Sensitivitas
Etis
Forsyth
(1980) menyarankan bahwa perbedaan individual dalam pendekatan terhadap
orientasi etika didasarkan pada dua faktor prinsip moral yaitu idealisme dan
relativisme. Idealisme adalah tingkat di mana individu berkaitan dengan
kesejahteraan bagi yang lain. Individu yang memiliki idealisme yang tinggi
merasa mengganggu orang lain selalu dapat dihindarkan. Individu yang berorientasi
secara idealis tidak akan memilih perilaku negatif yang dapat mengganggu orang
lain. Penelitian yang dilakukan oleh Khomsiyah dan Indriantoro (1998)
memperoleh hasil yang signifikan tentang orientasi etika terhadap sensitivitas
etika.
Hasil ini
mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shaub et al., (1993).
Oleh karena itu, hipotesis ke dua sebagai berikut:
Komitmen Profesional dengan Whistleblowing
Whistleblowing
dapat digambarkan
sebagai suatu proses yang melibatkan factor pribadi dan faktor sosial
organisasional. Penelitian yang ada telah menerangkan pentingnya pengungkapan
pelanggaran, dan penelitian pengungkapan pelanggaran yang menguji hubungan
antara whistleblowing dengan komitmen profesional mulai berkembang.
Elias
(2008) kemudian melakukan studi tentang hubungan komitmen professional dan
sosialisasi antisipatif dengan whistleblowing pada mahasiswa akuntansi
tingkat akhir. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan
pada semua variabel. Semakin tinggi komitmen profesional dan tingkat
sosialisasi antisipatif mahasiswa maka semakin tinggi pula kecenderungan mereka
untuk menganggap whistleblowing menjadi suatu hal yang penting serta
semakin tinggi pula kemungkinan mereka melakukan whistleblowing.
O’leary dan
Cotter (2000) melakukan penelitian terhadap mahasiswa akuntansi tingkat akhir
di Irlandia dan Australia yang menunjukkan bahwa 56% mahasiswa Irlandia dan 28%
mahasiswa Australia ingin untuk melakukan kecurangan dalam ujian, dan hanya
kurang lebih 50% dari mahasiswa kedua negara yang ingin melakukan whistleblowing
atas kecurangan tersebut. Studi yang dilakukan Varelius (2009) menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara whistleblowing sebagai
masalah moral dengan loyalitas karyawan dan keinginan untuk melindungi kepentingan
publik.
Dari
penjelasan di atas diduga ada hubungan antara tingkat komitmen profesi
mahasiswa akuntansi dengan kemungkinan mereka untuk melakukan whistleblowing.
Hipotesis yang akan diuji adalah:
Sensitivitas Etis dengan Whistleblowing
Whistleblower
bagi sebagian orang
merupakan civic duty tetapi bagi orang lain dipandang sebagai bentuk
lain dari disloyalty karena telah membuka rahasia perusahaan/organisasi
kepada publik (Diniarti, 2004). Civic duty merupakan suatu konsep bahwa
sebagian warga negara harus secara serius menanggapi masalah-masalah dalam
komunitas masyarakat dan membantu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
ada.
Penelitian
O'Leary dan Cotter (2000) yang meneliti sikap etis mahasiswa akuntansi terhadap
whistleblowing di Irlandia dan Australia. Penelitian ini untuk melihat
apakah mereka akan menerima suap dan melaporkannya. Hasil dari penelitian
menunjukan bahwa 58 persen mahasiswa di Irlandia dan 23 persen mahasiswa di
Australia bersedia untuk melakukan suap dan mengungkapkan atas terjadinya
penyuapan (whistleblower). Di lingkungan akademik minat untuk menjadi whistleblower
lebih difokuskan kepada karakteristik individu dan situasi yang akan
memprediksi kapan sesorang akan melakukan whistleblowing (Miceli dan
Near, 1992).
D.
Kode Etik Profesi
Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh
suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma
sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka
masuk dalam kategori norma hukum.
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara,
tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik
merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode
etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.
Etika Akuntansi
Pengertian etika menurut
etimologi berasal dari bahasa yunani berasal dari kata “ethos” yang berarti watak kesusilaan atau kebisaan atau
adat-istiadat setempat. Atau biasa di sebut dengan ilmu yang mempelajari
perbuatan baik dan buruk. Etika kadang di kaitkan dengan moral yang
merupakan istilah dari bahasa latin berasal dari kata MOS yang dalam bentuk
jamak dari kata ‘’Mores’’ yang berarti kebisaan
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik.
Etika dan moral sering di kaitkan dalam kehidupan kita sehari-hari
tapi nyatanya ada penilaian yang berbeda akan keduanya, Moral biasanya di
gunakan untuk menilai perbuatan yang di lakukan, baik itu perbuatan baik dan
buruk, sedangkan etika di gunakan untuk pengkajian nilai-nilai yang berlaku.
Etika menurut ‘’Drs. H. Simorangkir (pakar prilaku dan etika)
adalah pandangan manusia dalam berparilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989 Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan
apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang
dianut suatu golongan atau masyarakat
K. Bertens, 2000 Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan
bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Tujuan profesi
akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme
tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada
kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi:
§ Kredibilitas : Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem
informasi.
§ Profesionalisme : Diperlukan individu yang dengan jelas dapat
diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang
akuntansi.
§ Kualitas Jasa : Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh
dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
§ Kepercayaan : Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin
bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
§ Prinsip Etika,
§ Aturan Etika, dan
§ Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan
oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan
oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang
bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan
oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari
anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan
Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai
Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan
kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap
mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut
menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang
dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik
Indonesia.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik,
yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional
Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa
konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan
penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas
dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen
Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang
berpraktik dalam profesi akuntan publik. Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga
dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada
pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga
ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan
pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh
organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan
oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya
untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Kode etik akuntan Indonesia yang memuat
8 prinsip etika yang
disebutkan sebelumnya diatas adalah sebagai
berikut :
1.
Tanggung Jawab profesi. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan Publik. Dimana publik dari profesi akuntan yang
terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada
obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib. Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai
jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota
harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk,
bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima
jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan
pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang
memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa
atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan
laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan
bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintah. Mereka juga mendidik dan
melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya,
anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional. Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi
menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan
pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan
kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi
anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan,
pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang
harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan.
Setiap Anggota mempunyai
kewajiban untuk menghormati kerahasia-an informasi tentang klien atau pemberi
kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa
saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau
hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional. Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis. Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Menurut
International Federation of Accountants (dalam buku
Regar,2003) yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan
yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada
perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah,
dan akuntan sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup
pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya
terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan konsultan manajemen. Profesi Akuntan biasanya dianggap
sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi lainnya,
misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Supaya dikatakan profesi
ia harus memiliki beberapa syarat sehingga masya-rakat sebagai objek dan sebagai pihak yang
memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi menurut DR. Harahap (1991)
adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang
merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur
tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang
diakui oleh masyarakat atau pemerintah.
4. Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan
motif komersil tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai
kepercayaan masyarakat.
Persyaratan ini semua harus dimiliki oleh profesi
Akuntan sehingga berhak disebut sebagai salah satu profesi. Kode Etik Profesi Akuntansi
(sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan
etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau
IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik atau
IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota
IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi
tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat
kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Garis besar kode etik dan perilaku professional menurut DR. Harahap (1991) adalah :
§ Contribute to society
and human well-being atau kontribusi untuk
masyarakat dan kesejahteraan manusia. Prinsip mengenai kualitas hidup semua
orang menegaskan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dan menghormati
keragaman semua budaya. Sebuah tujuan utama profesional komputasi adalah untuk
meminimalkan konsekuensi negatif dari sistem komputasi , termasuk ancaman
terhadap kesehatan dan keselamatan.
§ Avoid harm to others atau Hindari menyakiti orang lain. “Harm” berarti konsekuensi
cedera, seperti hilangnya informasi yang tidak diinginkan, kehilangan harta
benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
§ Be honest and
trustworthy atau bersikap jujur dan dapat dipercaya
Kejujuran merupakan komponen penting dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu
organisasi tidak dapat berfungsi secara efektif.
§ Be fair and take action
not to discriminate atau bersikap adil dan
tidak mendiskriminasi Nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang
lain, dan prinsip-prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah.
§ Honor property rights
including copyrights and patents atau Hak milik yang
temasuk hak cipta dan hak paten. Pelanggaran hak cipta, hak paten,
rahasia dagang dan syarat-syarat perjanjian lisensi dilarang oleh hukum di
setiap keadaan.
§ Give proper credit for
intellectual property atau Menberikan kredit
yang pantas untuk property intelektual. Komputasi profesional diwajibkan untuk
melindungi integritas dari kekayaan intelektual.
§ Respect the privacy
others atau menghormati privasi orang lain Komputasi
dan teknologi komunikasi memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi
pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.
§ Trushing, Prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan
informasi setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit untuk
menghormati kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi tidak
secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.
Etika profesi itu harus ada karena menyangkut hubungan akuntan
publik dengan kliennya, akuntan publik dengan rekannya, antara profesi dan
masyarakat. Etika profesi terdiri dari lima bagian yaitu kepribadian, kecakapan
profesional, tangung jawab, pelaksanaan kode etik, penafsiran dan penyempurnaan
kode etik.
Aturan yang ditekankan dalam Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
§
Independensi. Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu
mempertahankan sikap mental independen didalam memberikan jasa profesional
sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang ditetapkan
oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam
fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance).
§
Integritas dan Objectivitas. Dalam menjalankan
tugasnya, anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus
bebas dari benturan kepentingan (conflict of interst) dan tidak boleh
membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya
atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.
§ Interpretasi Etika. Interpretasi Aturan Etika
merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan
setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai
sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya. Kepatuhan Kepatuhan terhadap Kode
Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung
terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu,
kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan
oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan
pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota
yang tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang
ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan
laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam etika profesi, sebuah profesi
memiliki komitmen moral yang tinggi yang biasanya dituangkan dalam bentuk
aturan khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengembangkan
profesi yang bersangkutan. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan
atau mengemban profesi tersebut yang biasanya disebut sebagai kode etik yang
harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi.
Menurut Chua dkk (1994) menyatakan
bahwa etika professional juga berkaitan dengan perilaku moral yang lebih
terbatas pada kekhasan pola etika yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki
kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika
professional (Agnes, 1996).
Pihak-pihak yang berkepentingan dalam
etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa
akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode etik terdapat
muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat
yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik
ini yaitu :
Pertama, kode etik bermaksud melindungi
masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja
maupun tidak disengaja oleh kaum profesional.
Kedua, kode etik bertujuan melindungi
keluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang
mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Etika
profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode
etik ini mengikat para anggota IAI dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya
yang bukan atau belum menjadi anggota IAI. Kode etik akuntan merupakan norma
dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara
auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik
akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota,
baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan.
Etika
profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi
Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000). Prinsip perilaku profesional seorang
akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI, berkaitan dengan
karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan.
Untuk
mengawasi akuntan public, khususnya kode etik, Departemen Keuangan (DepKeu)
mempunyai aturan sendiri yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17 Tahun
2008 yang mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan
SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) dan kode etik. SPAP dan kode etik
diterapkan oleh asosiasi profesi berdasarkan standar Internasional. Misalkan
dalam auditing, SPAP berstandar kepada International Auditing Standart.
Laporan
keuangan mempunyai fungsi yang sangat vital, sehingga harus disajikan dengan
penuh tanggung jawab. Untuk itu, Departemen Keuangan menyusun rancangan
Undang-undang tentang Akuntan Publik dan RUU Laporan Keuangan. RUU tentang
Akuntan Publik didasari pertimbangan untuk profesionalisme dan integritas
profesi akuntan publik. RUU Akuntan Publik terdiri atas 16 Bab dan 60 Pasal ,
dengan pokok-pokok mencakup lingkungan jasa akuntan publik, perijinan akuntan
publik, sanksi administratif, dan ketentuan pidana.
Sedangkan
kode etik yang disusun oleh SPAP adalah kode etik International Federations of
Accountants (IFAC) yang diterjemahkan, jadikode etik ini bukan merupakan hal
yang baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber IFAC.
Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan
IFAC. Adopsi etika oleh Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan
Indonesia untuk tidak jago kandang.
Apalagi
misi Federasi Akuntan Internasional seperti yang disebut konstitusi adalah
melakukan pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar
harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara konsisten
untuk kepentingan publik.Seorang anggota IFAC dan KAP tidak boleh menetapkan
standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan dalam kode etik ini.
Akuntan profesional harus memahami perbedaaan aturan dan pedoman beberapa
daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh hukum atau perundang-undangan.
Meski
sampai saat ini belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa pemberhentian
praktek audit oleh dewan kehormatan akibat melanggar kode etik dan standar
profesi akuntan, tidak berarti seorang akuntan dapat bekerja sekehendaknya.
Setiap orang yang memegang gelar akuntan, wajib menaati kode etik dan standar
akuntan, utamanya para akuntan publik yang sering bersentuhan dengan masyarakat
dan kebijakan pemerintah.
Etika
yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah dan jauh
dari skandal. Akuntan tidak independen apabila selama periode Audit dan periode
Penugasan Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun
orang dalam KAP memberikan jasa-jasa non-audit kepada klien, seperti pembukaan
atau jasa lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain sistem
informasi keuangan, aktuaria dan audit internal. Konsultasi kepada kliennya
dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan.
Menurut
Kataka Puradireja (2008), kekuatan dalam kode etik profesi itu terletak pada
para pelakunya, yaitu di dalam hati nuraninya. Jika para akuntan itu mempunyai
integritas tinggi, dengan sendirinya dia akan menjalankan prinsip kode etik dan
standar akuntan. Dalam kode etik dan standar akuntan dalam memenuhi standar
profesionalnya yang meliputi prinsip profesi akuntan, aturan profesi akuntan
dan interprestasi aturan etika akuntan. Dan kode etik dirumuskan oleh badan
yang khusus dibentuk untuk tujuan tersebut oleh Dewan Pengurus Nasional (DPN).
Hal
yang membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggungjawab dalam
bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab akuntan
profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi
kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus menaati dan
menerapkan aturan etika dari kode etik.
F. Standar Umum Dan Prinsip Akuntansi
Standar Umum
a. Kompetensi profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional
yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi
profesional.
b. Kecermatan dan
keseksamaan profesional. Anggota KAP wajib
melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan
profesional.
c. Perencanaan dan
supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan
mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
d. Data relevan yang
memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan
yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi
sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
Prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak
diperkenankan:
a. Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan
keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum atau,
b. Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material
yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut memuat penyimpangan
yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari
prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang
ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data mungkin memuat
penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersbeut, anggota KAP dapat
tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP dapat menunjukkan
bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan
seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya
(bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang
berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
G. Tanggungjawab Kepada Klien Berkaitan
Dengan Etika Akuntansi
Informasi Klien yang Rahasia
Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien
yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan
untuk:
1. Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai
dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi.
2. Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk
mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi
penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap
ketentuan peraturan yang berlaku.
3. Melarangrevi ew praktik profesional (review mutu) seorang
anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau,
4. Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau
pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk
IAI-KAP dalam rangka penegasan disiplin anggota.
Tanggung jawab kepada Rekan Seprofesi :
§ Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan
perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
§ Komunikasi Antarakuntan Publik, Anggota wajib berkomunikasi tertulis
dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement)
audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama
ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang
berlainan.
§ Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis
permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
§ Perikatan Atestasi, Akuntan publik tidak diperkenankan
mengadakan perikataan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan
perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali
apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memnuhi ketentuan
perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
H.
Kesimpulan
Etika adalah hal yang
sudah bersifat inheren dalam dunia manusia. Etika dalam dunia bisnis menjadi sorotan, karena tujuan umum dunia bisnis adalah
memaksimalkan laba, dengan asumsi laba ekonomis jangka pendek. Padahal
kesadaran pada etika bisnis juga pada akhirnya akan memperpanjang daya
hidup perusahaan itu sendiri. Bisnis yang beretika meningkatkan kepercayaan
masyarakat, dan kepercayaan masyarakat adalah modal penting bagi
kelangsungan hidup perusahaan. Kebutuhan bisnis akan manusia yang beretika
harus bisa dijawab dengan baik oleh dunia pendidikan bisnis dan akuntansi.
Tanggung jawab moral
para pengajar sangat diperlukan dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan bisnis dan akuntansi yang berbasis
pada etika. Kesiapan staf pengajar, metode pengajaran, dan evaluasi yang terus
menerus merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh untuk mendapatkan basis
pengajaran etika yang memadai bagi para mahasiswa.
Laporan Keuangan yang
accountable dan auditable sangatlah penting, baik perusahaan itu sendiri maupun
bagi para pelaku bisnis lainnya. Disini peran akuntan publik sangatlah penting.
Akuntan publik sebagai suatu profesi yang mengemban kepercayaan publik harus
bekerja dalam kerangka peraturan perundang-undangan, kode etik dan standar
profesi yang jelas.
Berbagai pelanggaran
etika telah banyak terjadi saat ini dan dilakukan oleh akuntan, misalnya berupa
perekayasaan akuntansi untuk menunjukkan kinerja perusahaan agar terlihat lebih
baik, ini merupakan pelanggaran akuntan terhadap kode etik profesinya yang
telah melanggar kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat
kode etik tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi para
akuntan dalam masyarakat.
Ancaman terhadap
kepatuhan praktisi pada prinsip dasar etika profesi dapat terjadi dalam situasi
tertentu ketika Praktisi pelaksanaan pekerjaannya. Karena beragam situasi, maka
pencegahan yang tepat dalam kode etik ini adalah mengharuskan praktisi untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menangani setiap ancaman terhadap kepatuhan
pada prinsip dasar etika profesi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan
publik, serta tidak hanya mematuhi seperangkat peraturan khusus yang dapat
bersifat subjektif.
Demikianlah bahwa salah
satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah
tanggung jawab profesi akuntan publik untuk melindungi kepentingan publik. Oleh
karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada
kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika berperan untuk kepentingan publik,
setiap Praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan
etiak profesi yang diatur dalam kode etik. Kode etik yang dijalankan dengan
benar menjadi sebuah profesi menjadi terarah dan jauh dari skandal.
Daftar Pustaka
Harahap, S.S. 2008. Pentingnya Unsur
Etika dalam Professi Akuntan dan Bagaimana di Indonesia. Ekonomi Islam,
(Online), (http://ekisonline.com, diakses 16 Maret2011).
Jeffrey, C. 1993. Ethical Development
of Accounting Students, Non-Accounting Business Students, and Liberal Arts
Students. Issues in Accounting Education. Vol. 8 No. 1:86-96.
Khomsiyah dan Indriantoro, N. 1998.
Pengaruh Orientasi Etika terhadap Komitmen dan Sensitivitas Etika Auditor
Pemerintah di DKI Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.
1, No. 1:13–28.
Miceli, M. P. and Near, J. P. 1992. Blowing
the Whistle: The Organizational and Legal Implications for Companies and
Employees. Lexington, MA: Lexington Books.
Morris, D dan Kilian, C. 2006. Do
Accounting Students Cheat? A Study Examining Undergraduate Accounting Students
Honesty and Perceptions of Dishonest Behavior. Journal of Accounting, Ethics
& Public Policy. Volume 5, No. 3.
Ponemon, L. A. and Gabhart, D. R. L.
1993. Ethical Reasoning in Accounting and Auditing, Research Monograph. No.
21 (Vancouver, BC: CGA-Canada Research Foundation).
Shaub, M.K. 1989. An Empirical
Examination of the Determinants of Auditors’ Ethical Sensitivity. A
Dissertation, Graduate Faculty of Texas Tech.
Shaub, M.K., Finn, D.W. and Munter, P.
1993. The Effects of Auditor Ethical Orientation on Commitment and Ethical Sensitivity.
Behavioural Research in Accounting. Vol. 5:145–169.
* * *
.